Kamis, 09 Maret 2017
Di Ujung Remedial
Memei sangat kesal karena tiba-tiba Mamah menyuruhnya untuk belajar bersama dengan Eka. Eka adalah teman sekelas Memei yang terkenal pintar. Namun Memei tidak mau mengakui kalau Eka yang berasal dari kampung lebih pandai darinya. Memei selalu menganggap orang kampung akan selalu kalah bersaing dengan orang kota.
“Katanya mau peringkat 1 Mei, ya sering-seringlah belajar kelompok bersama Eka!” Mamah mendekati Mei di
kamarnya.
“Tenang Mah, kalau bukan Memei siapa lagi yang mau rangking 1!”, membanggakan diri
“Ingat Mei, di atas gunung masih ada gunung”, nasihat Mamah.
Keesokan harinya, Memei berangkat ke sekolah lebih awal karena akan ada tes ulang.
“Mah berangkat ya, Assalamu’allaikum!” mencium tangan Mamah.
Memei mengeluarkan sepeda mininya, lalu digoeslah dari depan pintu sambil melambaikan tangan ke arah Mamah. Dengan cepat sepeda sudah melesat sampai di rumah
Windi. Windi teman karibnya sudah berdiri di ambang gerbang sambil memegang sepedanya. Jalan terusan Puring masih sepi, mereka kayuh sepeda dengan santai. Selang 15 menit mereka memasuki gerbang SMPN 1 Puring. Mereka langsung meluncur menuju tempat sepeda di halaman belakang dan menyandarkan sepeda di bawah pohon akasia.
Kemudian mereka menuju kelas VIII D, ternyata Eka sudah datang lebih awal. Eka menyambut kedatangan Memei dengan senyum manisnya. Tetapi Memei malah menyalah artikan.
“Hai Eka kamu jangan bangga dulu, ulangan hari ini pasti nilaiku lebih bagus!”, yakin sekali.
“Yakin benar sih Mei?”, melirik.
Memei belum sempat membalas jawaban Eka tapi bel masuk sudah berbunyi.
Semua siswa berbaris di depan kelas masing-masing sebelum memasuki ruangan.
“Windi, duduknya dekat aku ya!” pinta Memei.
“Memang kita akan saling nyontek Mei?” tanya Windi.
“Enak aja ya nggak lah, aku males duduk dekat dia.” melirik Eka.
Tak ada yang menghiraukan ketika guru mata pelajaran Bahasa Indonesia masuk kelas. Namanya Pak Ardi, beliau bertubuh tinggi besar, berkulit kuning langsat dan berpakaian rapi serta sangat berwibawa.
“Selamat pagi anak-anak!” sapa Pak Ardi.
“Selamat pagi Pak Guru!” serempak menjawab.
Pak Ardi mempersilahkan berdoa dan setelah itu mengecek kehadiran siswa. Sesuai dengan kesepakatan bersama hari ini akan diadakan remedial. Pak Ardi langsung membagikan soal ulangan. Semua siswa mengerjakan dengan tenang.
Memei tidak merasa kesulitan dalam mengerjakan soal, tetapi jantungnya berdetak sangat kencang. Sementara itu, Eka terkesan seperti orang yang sedang kebingungan. Memei menggoda Eka dengan ejekan.
“Anak yang paling pintar di kelas ini sedang galau”, tersenyum sinis.
“Aku masih belum yakin dengan jawabanku Mei”, jawab Eka.
“Oh ya anak kampung seperti kamu kan memang telmi” ucapannya seenak hatinya.
Keesokan harinya hasil ulangan dibagikan. Rata-rata ulangan masih di bawah KKM kecuali Eka dan Ilham teman belajar kelompok Eka yang mendapat 76. Memei semakin kesal terhadap Eka akhirnya tuduhan mencontek pun dilontarkan kepada Eka. Eka tersinggung dengan tuduhan Memei terhadapnya.
“Selama ini aku diam Mei, tapi kali ini kamu sudah keterlaluan”, mukanya memerah.
“Lantas?, Memei mendekati Eka, “Kalau aku lebih baik nilai 50 dari pada menyontek seperti kamu Eka”,
sambil melotot.
Pak Ardi mengakhiri perdebatan mereka dengan memukulkan penggaris ke papan tulis.
“Cukup Mei, kita tidak boleh berprasangka buruk”, sambil berdiri.
“Tapi Pak, ketika Eka mengerjakan soal, ia selalu menunduk” kata Memei.
“Itu bukan alasan yang masuk akal” jawaban Pak Ardi tegas.
Memei terdiam dan menunduk.
“Makanya jangan suka meremehkan pelajaran Bahasa Indonesia!” bentak Pak Ardi.
Berhubung sebagian siswa medapat nilai di bawah 70 maka Pak Ardi mengadakan ulangan kembali secara keseluruhan, termasuk Eka juga diikutkan. Memei mengajak Windi belajar lebih giat untuk mengalahkan anak kampung itu. Maka dari itu diam-diam Memei dan Windi mengikuti les tambahan di luar sekolah.
Usai remedi yang kedua, diadakan koreksi bersama. Masing-masing siswa menukarkan pekerjaannya dengan teman. Untuk mengefektifkan proses penilaian Pak Ardi memandu cara menghitung skor kemudian memanggil satu persatu sesuai nomor urut tes. Eka dipanggil lebih awal dan mendapat nilai 90, sementara Memei yang dipanggil setelah Firman memperoleh nilai 56. Memei melotot dan spontanitas berdiri.
“Bohong...pasti dia salah ngoreksi Pak Guru.” menunjuk Salma.
Eka menjawab, “Mana mungkin bisa salah, Salma sudah ngoreksi dengan hati-hati kok Mei.”
“Diam kamu, kalian sudah kerja sama untuk menjatuhkanku bukan?”, sambil melotot.
“Cukup Mei...coba kita koreksi ulang khusus jawaban kamu”, kata Pak Ardi.
Pak Ardi memeriksa semua jawaban, ternyata Memei menjawab soal dengan terbalik-balik. Jawaban yang seharusnya untuk nomor 3 tapi justru untuk menjawab nomor 2 dan seterusnya.
Memei merasa tidak puas dengan hasil remedialnya, ia memohon kepada Pak Ardi untuk mengadakan ulangan sekali lagi. Pak Ardi mengabulkan permohonan Memei karena hasil rata-rata kelas masih belum memenuhi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Kali ini Pak Ardi lebih banyak memanfaatkan waktu untuk menjelaskan dan berlatih menulis bagian-bagian cerpen, karena materi ini paling sulit dikuasai siswa. Memei lebih fokus mendengarkan penjelasan Pak Ardi.
Kali ini Memei dan Windi akan mencari guru les yang dianggap paling bagus di kampungnya. Dalam benaknya cuma ada satu yaitu mendapat nilai bagus untuk mengalahkan Eka. Ketika Memei dan Windi hendak pulang di depan gerbang Eka menghampiri mereka.
“Mei, bagaimana kalau kita belajar bersama?” tanya Eka.
“Maaf... ya... aku tak level belajar sama anak udik, takut diajak ke dukun!” jawab Memei sinis.
Dengan cepat Memei meninggalkan Eka. Eka hanya menggelengkan kepala dan segera meninggalkan sekolah.
Pada remedi yang ketiga Memei sangat antusias dan serius menghadapi soal-soalnya. Ia memeriksa soal dan jawabannya secara berulang-ulang. Tanpa disadari detak jantungnya terasa semakin cepat. Sementara Eka menyangga kepalanya dengan tangan kiri, ia nampak resah dan gelisah juga karena khawatir nilainya semakin menurun.
Setelah diadakan ulangan yang ketiga nilai rata-rata kelas semakin meningkat bahkan rata-rata sudah lulus KKM. Pak Ardi mengumumkan hasil ulangan.
“Spektakuler...kali ini ada yang mendapat nilai 100”, Pak Ardi mengumumkan.
“Langsung umumkan saja Pak, pasti Memei bukan?” tanya Windi.
Memei dan Eka sama-sama jantungnya berdetak kencang. Mereka berdiri tak sabar menanti pengumuman Pak Ardi. Memei sudah belajar dengan sangat antusias, sedangkan Eka sudah belajar dengan sangat tekun. Keduanya sama-sama ingin menjadi yang terbaik.
“Selamat untuk Eka dan Memei” kata Pak Ardi.
“Luar biasa, Eka kamu mendapat nilai 100!” Pak Ardi menyalami Eka.
“Dan selamat untuk Memei!” “Mulai sekarang kamu harus belajar kelompok dengan Eka!” suruh Pak Ardi.
Seketika itu,Memei menjatuhkan pantatnya ke kursi.
“Hah, Eka?”, tanya Memei.
“Ya karena kamu masih konsisten dengan nilai 56”, jawab Pak Ardi.
Mulut Memei terbuka membentuk huruf “O”. Seketika ia menundukkan kepala karena merasa sangat malu. Sudah tiga kali ia selalu gagal, entah apa yang akan disampaikan kepada papah dan mamahnya. Perasaan malu, kecewa, dongkol terhimpun menjadi satu. Ia hanya berbisik di dalam hati ternyata di ujung remedial ini, Memei hanya mendapat hadiah belajar kelompok bersama Eka.Tetapi ia menyadari bahwa Eka memang lebih pandai dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia terutama materi sastra.
“Eka maafin aku ya! “ Memei menyalami Eka.
“Maaf sih mudah diucapkan, apa kamu sudah puas?” tanya Eka.
“Sungguh aku menyesal sudah meremehkanmu” Memei menunduk.
“Aku hanyalah orang kampung yang senang bersahabat”, mengangkat wajah Memei.
Memei menatap Eka, “Jadi kamu mau memaafkan dan bergabung denganku?”
“Tidak ada alasan, untuk menolak dan tidak memaafkanmu Mei” Eka tersenyum.
Kemudian mereka pulang bersama, ketika berjalan menuju tempat sepeda mereka membaca mading. Di sana terdapat pengumuman lomba menulis karya ilmiah remaja (KIR). Mata Memei melirik ke Eka dan dalam hatinya ia bergumam, “Meskipun aku sudah berdamai denganmu tapi aku akan tetap belajar untuk mengalahkanmu” sejenak “tunggu dalam perlombaan itu Mei!”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar